Selasa, 19 Februari 2013


Uhmm, apa yang bisa kukatakan tentang novel ini? 

Satu hal pasti, Nena mungkin saja
tidak pernah
berhasil membenci Rasheed, pria yang dicintainya selama empat tahun
tanpa balasan yang sama besar, tapi Nana berhasil membuat GUE membenci Rasheed, bahkan ketika baru menghabiskan 23 halaman cerita!!
Nah, lho, kok?!? :-D


Damn! I hate the scoundrel man!

Nanaaaa, itu pengalaman pribadi yah? Kok kamu bisa merangkai cerita sedemikian rupa hingga membuat perasaanku ikut terhanyut dalam gelisah? *halah! apaan seh bahasa gueee!*

Jujur, gue rasa novel ini termasuk "berat" untuk dicerna, cenderung stagnan malah, karena berkali-kali dikisahkan Nena dikadali perasaannya oleh Rasheed.
Memang sih, cinta itu abstrak, dan sebagai cewek gue bisa memahami kenapa Nena nggak bisa melepas harapannya akan bersatunya cinta mereka pada suatu saat. Tapi yang janggal di sini, tokoh Nena diceritakan adalah perempuan yang matang dalam unsur logika. Profesinya aja menuntut dia untuk banyak membuat planning dan evaluasi. Harusnya sih, tidak butuh waktu selama empat tahun bagi perempuan secerdas itu untuk menyadari bahwa pria yang dicintainya tidak akan berubah seperti yang dia harapkan.
Oh, dear, kamu tidak akan bisa mengubah seseorang menjadi seperti yang kamu inginkan, tidak! Tidak akan pernah!
Tapi kelemahan logika novel tersebut tertutupi dengan kenyataan bahwa perasaan wanita memang sulit berubah. Wanita pada dasarnya adalah makhluk yang lembut dan tulus. Mudah menerima, dan memaafkan.
Hiks! Gue kok jadi sentimental geneh! Hahahh!

Na, gue paling suka apa yang tertulis di halaman 99-100.
Dialog dan jalinan kalimat yang bagus!
Seharusnya gue baca novel ini beberapa tahun yang lalu, walau nggak jaminan apa yang ditegaskan Deni akan mengubah pandangan seorang wanita tentang cinta, seperti juga Nena tidak langsung memutuskan harapannya akan cinta Rasheed.

Ini novel yang bagus, jadi kenapa tadi gue bilang ini novel yang "berat"?
Karena kisah hidup Nena yang sedemikian rupa, selama 230 halaman alias empat tahun hidupnya, dia nggak di atas angin, tapi juga dia nggak terpuruk dalam derita mencinta, membuat pembaca seperti gue justru ikut merasakan ketabahan dia untuk tetap melanjutkan hidupnya.

Nggak seperti biasanya, gue perlu waktu 4 hari untuk menghabiskan novel bergenre Metropop ini. Penundaan itu antara lain disebabkan stagnannya jalan cerita yang anehnya justru membuat gue gemas pada sikap Nena yang aaargggh!!! (kalo gue temennya, udah gue cecarin tiap hari tentang betapa bodohnya dia!).

Salut buat Nana!
Kamu hebat, berani membuat cerita semi-real yang panjang, sekilas terlihat stagnan, namun ternyata penuh pelajaran tentang mencinta, seperti ini.
Saluttt!!! 

sumber:http://hanizwit.blogspot.com/2006/05/my-two-lovers-review.html

0 comments:

Blog Archive

About Me

Foto Saya
annisa
hidup adalah satu mangkuk penuh buah cherry. ada yang manis,ada yang kecut, ada yang hampir busuk. maka kita akan selalu untung-untungan dalam mencomot buah cherry itu. kata orang di amerika sana
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

Share

Share

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail