Rabu, 20 November 2013
Booming-nya Facebook menuai kontroversi di kalangan para tokoh agama. Sehingga dahulu pernah diberitakan bahwa pondok pesantren se-Jawa Timur dan Madura yang tergabung dalam Forum Komunikasi Pondok Pesantren Putri mengharamkan pemanfaatan Facebook secara berlebihan seperti mencari jodoh maupun pacaran. Hal ini juga sesuai dengan hasil pembahasan dalam bahtsul masail di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadiin Lirboyo, Kediri, Jatim. Namun, fatwa ini akhirnya menuai protes dari para tokoh moderat, bahkan ada sebagian kalangan menilai bahwa fatwa tersebut “kolot” dan “ketinggalan zaman”.
Sebenarnya tidak ada kontradiksi bila kita mau memadukan antara kedua pendapat tersebut. Sebab, kami rasa kita semua sepakat bahwa Facebook hanyalah sekedar sebuah alat saja, bukan haram secara zatnya, namun semua itu tergantung pada penggunaannya. Maka substansi fatwa para tokoh yang melarangnya seharusnya kita ambil faedahnya yaitu agar penggunaan Facebook bukan untuk kemaksiatan melainakan harus diarahkan kepada yang positif.
Syaikh Muhammad asy-Syinqithi rahimahullah berkata, “Pembagian yang benar mengenai sikap dalam menghadapi penemuan modern Barat terbagi menjadi empat macam:
  1. Meninggalkan penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya
  2. Menerima penemuan modern baik yang bermanfaat maupun berbahaya.
  3. Menerima yang berbahaya dan meninggalkan yang bermanfaat.
  4. Mengambil yang bermanfaat dan meninggalkan yang berbahaya.
Dengan pembagian penemuan modern menjadi empat ini, ternyata kita dapati bahwa pertama, kedua, dan ketiga adalah batil tanpa diragukan lagi, berarti yang benar hanya satu yaitu keempat.”[4]
Tentu saja, Facebook adalah termasuk masalah kontemporer yang tidak ada dalilnya secara khusus. Namun,bila kita telaah kaedah-kaedah fiqhiyyah yang telah mapan, dapat kita temukan beberapa argumentasi yang menunjukkan hukum asal penggunaan Facebook adalah boleh, setidaknya ada dua kaedah fiqih yang bisa kita terapkan untuknya:
1. Asal segala urusan dunia hukumnya boleh
Kaidah ini merupakan kaidah yang agung sekali, yaitu bahwa asal semua urusan dunia adalah boleh sampai ada dalil yang melarangnya dan asal semua ibadah adalah terlarang sampai ada dalil yang mensyari’atkannya.
Banyak sekali dalil al-Qur’an dan hadits yang menunjukkan kaidah berharga ini, bahkan sebagian ulama menukil ijma’ (kesepakatan) tentang kaidah ini.[5] Cukuplah dalil yang sangat jelas tentang ini adalah sabda Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam:
اذا كان شيء من امر دنياكم فشأنكم ٠ واذا كان شيء من امردينكم فالي
“Apabila itu urusan dunia kalian maka itu terserah kalian, dan apabila urusan agama maka kepada saya.”[6]
Bila ada yang mengatakan, “Bagaimana apabila alat dunia tersebut ditemukan oleh orang nonmuslim?” Jawabnya: Sekalipun begitu, bukankah Rosulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dahulu menerima strategi membuat parit sebagaimana usulan Salman al-Farisi ketika Perang Khandaq?! Jadi, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menerima strategi tersebut walaupun asalnya adalah dari orang-orang kafir dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan bahwa stretegi ini najis dan kotor karena berasal dari otak orang kafir. Demikian juga tatkala shallallahu ‘alaihi wa sallam berhijrah ke Madinah, beliau meminta bantuan seorang penunjuk jalan yang kafir bernama Abdullah al-Uraiqith. Semua itu menunjukkan bolehnya mengambil manfaat dari orang-orang kafir dalam masalah dunia dengan tetap mewaspadai virus agama mereka. Dalam hikmah Arab dikatakan:
اجتن الثمار والق الخشبة في النار
Ambillah buahnya dan buanglah kayunya ke api.[7]
Maka tidak selayaknya seorang hamba menolak nikmat Alloh tanpa alasan syar’i dan tidak halal baginya untuk mengharomkan sesuatu tanpa dalil.
2. Sarana tergantung pada tujuannya
Ini juga merupakan kaidah yang sangat penting dan berharga sekali.[8] Tidak ragu lagi bahwa dakwah, silaturrahmi, menimba ilmu, dan lainnya merupakan tujuan yang mulia, maka segala sarana yang menuju kepada tujuan tersebut hukumnya seperti tujuannya. Hal ini sama persis dengan hukum menaiki pesawat terbang untuk berangkat haji, menggunakan bom, tank, dan alat-alat canggih modern untuk jihad dan sebagainya; tidak diragukan tentang bolehnya karena alat-alat tersebut merupakan sarana menuju ibadah yang mulia.
Kesimpulannya, bahwa Facebook layaknya alat-alat teknologi lainnya seperti telepon, radio, tipe, dan sebagainya, bisa digunakan untuk menimbulkan kerusakan akidah, pemikiran, akhlak dan sebagainya tetapi ini tidak boleh hukumnya dalam pandangan syariat. Dan bisa digunakan untuk hal-hal yang bermanfaat. Maka seyogianya bagi kaum muslimin untuk memanfaatkan alat ini untuk hal-hal yang positif dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat agar dakwah Islam semakin berkembang dan menyebar. Wallohu A’lam.

0 comments:

Blog Archive

About Me

Foto Saya
annisa
hidup adalah satu mangkuk penuh buah cherry. ada yang manis,ada yang kecut, ada yang hampir busuk. maka kita akan selalu untung-untungan dalam mencomot buah cherry itu. kata orang di amerika sana
Lihat profil lengkapku

Blog Archive

Share

Share

twitterfacebookgoogle pluslinkedinrss feedemail